Muara Tebo, 19 Januari 2007
Keheningan kembali menyeruak di dalam batin. Suasana cemerlang yang hadir dua pecan belakangan ini seakan tiada arti. Hanya rasa was-was yang bakal menghadang. Badai berkecamuk seakan enggan mati dari dirini ini. Entah apa yang bakal terjadi esok hari. Kurasakan benar yang Kuasa tengah menjajal kesabaranku dan kekuaran dari mahluk-Nya yang kecil ini. Berharap lebih dari sikap optimisme yang tersisa.
Bukan maksud tak mampu melakoni. BUkan niat mengadu tapi bisikan jiwa meneriakkan kalimat “ Kenyataan harus segera diungkap bila kau tak ingin menyesal nantinya “. Apa boleh buat, semuanya memang harus diungkap sebelum menjadi masalah yang usang dan tak bernilai. Tak ada lagi toleransi dari sikap acuh. Tak ada lagi pintu bagi keengganan untuk berbuat lebih berharga. Memang beginilah realita hidup di jaman peradaban modern. Waktu senggang sering tak mendapat kesempatan tersenyum lebar.
Mengutip kata penyair Pramoedya Ananta Toer. “ Seseorang yang terpelajar dan bijak harus adik sejak dalam pikiran, apalagi di perbuatanâ€. Hanya untuk menyatakan rasa keadilan yang paling bijaksana. Sekalipun ternyata harus mengerahkan tetesan keringat. Entah seperti apa seandainya tetesan darah yang mengucur